DAMPAK DEPRESIASI NILAI TUKAR DAN PERTUMBUHAN UANG BEREDAR TERHADAP INFLASI: APLIKASI THRESHOLD MODEL

(Untuk Tugas Matrikulasi 41PB01)
Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran hutang.Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran.
Sedangkan inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinyu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Kebijakan moneter bertujuan untuk mengatur persediaan uang, inflasi, dan bunga yang kemudian akan memengaruhi output dan ketenagakerjaan. Inflasi adalah turunnya nilai sebuah mata uang dalam jangka waktu tertentu dan dapat menyebabkan bertambahnya persediaan uang secara berlebihan. Interest rate, biaya yang timbul ketika meminjam uang, adalah salah satu alat penting untuk mengontrol inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Bank sentral seringkali diberi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengontrol persediaan uang, interest rate, dan perbankan
Perhatian terhadap inflasi begitu besar sejak Indonesia mengadopsi inflation targeting pada tahun 2000. Salah satu topik studi yang penting adalah meneliti faktor-faktor penyebab inflasi. Wimanda (2010) menemukan bahwa inflasi di Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh ekspektasi inflasi (backward-looking dan forward-looking), output gap, depresiasi nilai tukar, dan pertumbuhan uang beredar. Analisis terhadap sample bulanan mulai dari awal tahun 1980 sampai dengan akhir tahun 2008 menunjukkan bahwa pembentukan ekspektasi inflasi di Indonesia masih didominasi oleh ekspektasi inflasi ke belakang (backward-looking) dengan porsi sekitar 0.7, sementara porsi ekspektasi inflasi ke depan (forward-looking) sekitar 0.2. Dalam analisisnya dia juga menemukan bahwa dampak nilai tukar lebih besar dibandingkan dengan dampak pertumbuhan uang beredar (M1). Analisis tersebut mengasumsikan bahwa dampak kedua variable tersebut adalah linear, dalam arti dampaknya adalah konstan untuk setiap tingkat depresiasi nilai tukar dan pertumbuhan uang beredar.
Dengan menggunakan threshold model ini akan menguji apakah dampak nilai tukar dan pertumbuhan uang beredar terhadap inflasi linear atau tidak. Selanjutnya, akan diuji apakah terdapat nilai threshold, berapa banyak nilai threshold yang dapat diidentifikasi, dan berapa berapa besar dampaknya.

A.    Hubungan Antara Uang dan Inflasi Serta Aplikasi Threshold Model
Teori kuantitas dan persamaan pertukaran memberikan kerangka yang berguna untuk menganalisa secara empiris relevansi uang di dalam perekonomian. Hubungan uang dan inflasi dapat diturunkan dari persamaan permintaan uang. Masyarakat ingin memegang uang untukmembeli barang dan jasa. Jika harga barang dan jasa naik, masyarakat cenderung akan memegang uang lebih banyak. Faktor yang paling penting dalam permintaan uang adalah pendapatan. Pada saat pendapatan masyarakat naik, masyarakat akan cenderung untuk berbelanja lebih. Pengeluaran yang lebih banyak berhubungan dengan memegang uang yang lebih banyak. Dengan demikian, hubungan ini dapat ditulis sebagai:
                                                    Μ
                                                    P    = k Y
dimana M adalah uang nominal, P adalah tingkat harga berdasarkan CPI atau deflator PDB, Y adalah pendapatan dan k merupakan faktor proporsi. Persamaan (2) dapat ditulis ulang menjadi:
                                                    P = 1 Μ  
                                                             k Y
Dengan mengasumsikan adanya kausalitas dari M ke P, persamaan (3) menyebutkan bahwa kuantitas uang menentukan level harga, namun uang bukan merupakan satu-satunya faktor. Misalnya, pendapatan dan faktor lain nya yang terrefleksi dalam k tidak berubah, pada saat kuantitas uang meningkat, maka level harga akan meningkat.
Milton Friedman (1968) berargumen bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Studi¬studi yang dilakukan oleh Lucas (1980), Dwyer dan Hafer (1988), Friedman (1992), Barro (1993), McCandless dan Weber (1995), Dewald (1998), Rolnick dan Weber (1997) dan lainnya berkesimpulan bahwa perubahan kuantitas uang dan perubahan harga mempunyai hubungan yang erat.
Dwyer dan Hafer (1999) memperlihatkan level harga mempunyai hubungan yang positif dan proporsional dengan kuantitas uang di Amerika, Inggris, Jepang, Brazil, dan Chile selama abad 20. Mereka juga menunjukkan bahwa dalam jangka waktu yang lebih pendek, yaitu 5 tahun, hubungan pertumbuhan uang dan inflasi tetap berlaku.
Studi empiris hubungan antara pertumbuhan uang (M1 dan M2) dan inflasi pada 160 negara dilakukan oleh De Grauwe dan Polan (2005). Mereka menunjukkan bahwa selama kurun waktu 30 tahun, hubungan pertumbuhan uang beredar dan inflasi masih berlaku. Namun demikian, setelah membagi sampel berdasarkan tingkat inflasi, mereka menunjukkan bahwa negara-negara yang memiliki inflasi yang rendah (di bawah 10%) hubungan kedua variabel tersebut melemah. Sebaliknya, hubungan tersebut kuat untuk negara-negara yang tingkat inflasinya tinggi. Namun demikian, studi ini tidak menentukan pada level berapa uang beredar akan memberikan dampak yang berbeda pada inflasi.

Threshold model merupakan kasus spesial dari kerangka statistik yang kompleks, seperti mixture model, switching model, Markov-switching model, dan smooth transition threshold model (Hansen, 1997).
Threhold model dapat diaplikasikan pada banyak kasus. Misalnya, Galbraith (1996) melakukan studi mengenai hubungan antara uang dan output. Dengan menggunakan data Amerika dan Canada, dia menemukan bahwa uang memiliki pengaruh yang kuat pada output pada saat pertumbuhan uang di bawah nilai theshold tertentu. Hasil ini konsisten dengan proposisi bahwa kebijakan moneter mempunyai dampak yang kecil atau bahkan tidak memiliki dampak sama sekali pada saat pertumbuhan uang sangat tinggi.
Khan dan Senhadji (2001) meneliti hubungan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi pada 140 negara selama periode 1960 sampai dengan 1998. Mereka berargumentasi bahwa inflasi memiliki dampak yang negatif terhadap perekonomian manakala inflasi di atas nilai threshold tertentu. Sebaliknya, inflasi memberikan dampak yang positif bagi perekonomian manakala inflasi di bawah nilai thresholdnya. Mereka menemukan bahwa nilai threshold untuk negara maju adalah 1-3 persen, sementara untuk negara berkembang nilai thresholdnya adalah 11-12 persen.
Threshold model juga digunakan Papageorgiou (2002) dalam mengevaluasi tingkat keterbukaan terhadap perekonomian. Foster (2006) menguji hubungan ekspor dan pertumbuhan ekonomi untuk negara-negara Afrika. Evaluasi terhadap defisit fiskal juga dilakukan dengan menggunakan threhold model, misalnya untuk kasus Amerika (lihat Arestis, Cipollini dan Fattouh, 2004) dan untuk kasus Spanyol (lihat Bajo-Rubio, Diaz-Roldan and Esteve, 2004).

B.    Data
Data yang digunakan adalah data CPI, output gap, nilai tukar, dan M1. Data-data tersebut diperoleh dari Bank Indonesia (BI) dan BPS. Untuk analisis menggunakan data bulanan dari 1980 sampai dengan 2008.

 C.    Hasil Dan Analisis
Threshold Effect pada Depresiasi Nilai Tukar
Dengan menggunakan adjusted HP filter sebagai proxy dalam perhitungan potensial output ditemukan bahwa koefisien dari depresiasi nilai tukar (yoy) adalah sebesar -0,050 dan koefisien dari pertumbuhan M1 adalah 0,021. Hasil ini dibandingkan dengan dampak pertumbuhan uang beredar. Nilai threshold dicari mulai dari -30% s.d. 0%; dengan kenaikan 0,06% terdapat 500 kandidat nilai threshold. Dari 500 nilai threshold tersebut, ditemukan nilai SSR yang paling minimum, yaitu 408,25, pada nilai -8,4%. Hal ini berarti threshold depresiasi nilai tukar adalah sebesar 8,4%. Dampak depresiasi nilai tukar pada inflasi pada saat tingkat depresiasi nilai tukar lebih besar atau sama dengan 8,4% adalah sebesar 0,056, sedangkan dampaknya pada saat tingkat depresiasi nilai tukar di bawah 8,4% adalah sebesar 0,045. Kedua koefisien tersebut di atas adalah signifikan pada tingkat 1%.
Threshold Effect pada Pertumbuhan Uang
Pencarian nilai threshold dilakukan mulai dari 0% sampai dengan 40%, dengan kenaikan sebesar 0,08. Hal ini berarti terdapat 500 kandidat nilai threshold. Ditemukan bahwa nilai threshold untuk pertumbuhan M1 adalah 9,84%7.
Mengingat hasil dari variable utama cukup robust, yaitu semua koefisien signifikan secara statistik, maka dapat langsung menganalisa hasil thresholdnya. Dari table tersebut, koefisien pertumbuhan uang beredar pada saat di bawah atau sama dengan 9,84% ( è 1 ) adalah 0,099, sedangkan koefisien pertumbuhan uang beredar pada saat di atas 9,84% ( è2 ) adalah 0,032. Kedua koefisien tersebut signifikan pada level 1%.
 Hasil ini berimplikasi bahwa ada perbedaan dampak dari pertumbuhan M1 terhadap inflasi pada saat di atas atau di bawah nilai thresholdnya, yaitu 9,84%. Sebagai ilustrasi, apabila M1 tumbuh sebesar 5% di bulan ini, maka terdapat tambahan inflasi sebesar 0,5% di dua bulan yang akan datang. Sedangkan apabila M1 tumbuh 10% di bulan ini, maka akan ada tambahan inflasi rata-rata sebesar 0,98% pada 2 bulan mendatang.

D.    Kesimpulan
Paper ini memberikan kontribusi pada literatur yang ada dimana penentuan threshold dilakukan dengan menggunakan teknik yang dikembangkan oleh Hansen (1997, 2000). Dibandingkan dengan penentuan threshold yang dilakukan secara arbitrary, teknik ini memberikan keuntungan dimana nilai threshold dapat ditentukan oleh karakteristik data itu sendiri. Lebih jauh lagi, teknik ini memungkinkan untuk mendeteksi kemungkinan nilai threshold lainnya. Apabila nilai threshold ditetapkan satu, padahal sebenarnya terdapat lebih dari satu, maka nilai koefisiennya dapat under/over estimate.
Paper ini memberikan pemahaman mengenai threshold effect dari depresiasi nilai tukar dan pertumbuhan uang beredar (M1) terhadap inflasi di Indonesia. Dengan menggunakan data bulanan dari 1980:01 sampai 2008:12 model ini memberikan bukti yang kuat bahwa terdapat threshold effect dari pertumbuhan uang beredar terhadap inflasi, namun tidak ditemukan threshold effect antara depresiasi nilai tukar dan inflasi.
Namun demikian, studi ini tidak menjelaskan mengapa pertumbuhan uang beredar yang semakin tinggi memberikan dampak yang lebih mild kepada inflasi. Dengan demikian, studi lanjutan di masa mendatang untuk area ini sangat diperlukan untuk menjelaskan alasan dampak yang asimetris ini.

http://id.wikipedia.org/wiki/Uang
http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi
http://en.wikipedia.org/wiki/Threshold_model
repository.gunadarma.ac.id/499/1/Iman_Soenhadji_56-64.pdf
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/ekonomi_uang_dan_bank/bab_5_jumlah_uang_beredar(jub).pdf
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/D319F9D3-275F-4DB1-85C3-D2C1CFE0C4AE/23456/RizkiEWimanda.pdf
www.stat.uiowa.edu/techrep/tr398.pdf
faculty.fuqua.duke.edu/~jrb12/bio/Jim/11.pdf

No Response to "DAMPAK DEPRESIASI NILAI TUKAR DAN PERTUMBUHAN UANG BEREDAR TERHADAP INFLASI: APLIKASI THRESHOLD MODEL"

Posting Komentar